Pages

Wednesday 6 October 2010

surat untukmu, nak. jangan jadi seperti ayah

Anakku sayang, maafkan ayahmu...

Maafkan ayah yang selalu kasar terhadap nenekmu, yang tak menghargai jerih payah kakekmu. Ayah yang hanya bisa membentak nenekmu justru ketika dia menawarkan ayah air hangat untuk mandi sepulang kuliah. Ayah yang hanya bisa menyerapahi kakekmu justru ketika kondisi keuangan keluarga ayah dulu tak semapan ini.

Ayah ingin menangis rasanya jika teringat suatu hari nanti harus melihat wajahmu lahir ke dunia ini. Melihat wajah tumpuan kasih sayang. Semakin terisak ayah jika harus melihatnya dengan kenangan kenangan masa kecil ayah. Ketika ayah mengambil Rupiah hasil jualan sayur nenekmu hanya untuk sebungkus permen dulu. Ketika ayah berlarian kesana kemari berteriak meminta nenekmu menemani ayah bermain di tengah pelanggan pelanggannya yang sedang menunggu. Ayah yang sering mencari perhatian nenekmu dengan membuat keonaran dan menjahili anak anak tetangga. Senyuman senyuman manis nenekmu yang cantik itu, entah mengapa, ayah balas dengan kerutan alis. Maafkan ayah, nak...

Perih hati ayah jika suatu saat melihatmu berpakaian seragam memulai hari di sekolah. Melihat jagoan tumpuan tanggung jawab ayah. Semakin menyayat rasanya jika harus memandangmu sambil mengingat kakekmu yang tegar itu. Yang menahan gumaman gumaman merendahkan keluarga ayah yang penjual bahan bangunan dan sayuran. Berangkat pagi, pulang sore, berangkat lagi untuk tidur di sana menjaga tokonya. Yang ayah dengan santainya sering meminta uang dari kakemu itu tanpa menyadari bagaimana susah mendapatkannya. Atau ketika ayah memaki kakekmu dalam hati saat tak diijinkan pergi bermain. Nak, tak semua keinginan harus terpenuhi. Semua itu agar ayah punya semangat untuk terus maju. Begitu juga nantinya denganmu. Suatu saat nanti, ayah pasti banyak tak bisa mengabulkan permintaanmu. Mobil mobilan, baju, gasing kayu, miniatur kereta api, helikopter remote control atau playstation terbaru pasti tak semuanya bisa ayah penuhi. Salahkan saja ayah, tak apa. Asal jangan meminta pada orang lain, pedih hati ayah. Ayah tidak akan menjadi ayah nomor satu di dunia, tapi ayah akan berusaha memberimu yang terbaik. Satu pinta ayah, bersabarlah...

Maafkan ayah telah memberimu contoh yang tak baik bahkan sebelum kamu lahir.Ayah tak mampu melarangmu berbuat demikian. Ayah tahu, ayah dahulu tidak menjadi anak yang teladan, belum juga bisa menjadi ayah yang bijak. Hal hal seperti itu yang menakuti ayah akan hakikat seorang laki laki untuk menjadi kepala rumah tangga. Apa ayah bisa?

Ayah hanya seorang egois, sombong dan penuh dendam. Dendam dendam masa kecil yang masih saja membayangi ayah. Yang ayah takutkan akan menular kepadamu suatu saat nanti. Kamu tak perlu mendapat bentakan agar mau menuruti perintah ayah. Kamu tak perlu dihajar dengan sisir rambut jika nakal. Kamu anak yang pintar, ayah yakin itu.

Ayah berjanji akan selalu menemanimu, nak. Dari pertama kamu membuka mata untuk dunia ini. Mengajarkan bagaimana menapakkan kaki satu persatu dan terjatuh. Tak apa, kamu jatuh untuk bangkit lagi. Sama saat kamu belajar naik sepeda. Ayah akan dorong sepedanya, kamu kayuh sekuat tenaga. Terjatuh tak apa, tapi bangkit lagi. Jadilah anak yang kuat, nak...

Sewaktu pertama kali kamu memakai seragam sekolah, itu akan menjadi semacam peringatan bagi ayah bahwa kamu mulai tumbuh besar. Ayah tak akan selalu ada di sampingmu. Ayah tak perlu menungguimu di sekolah setiap hari. Ada teman teman yang setia di luar sana. Patuhi juga guru gurumu, mereka pengganti ayah disana. Meski pasti tabiatmu mulai berubah sedikit demi sedikit karena telah mulai bertemu banyak orang. Tak apa, itu tandanya kamu belajar...

Pada suatu hari, kamu tak membalas pesan dari ayah. Kamu pulang terlambat tapi tetap berkelit dengan alasan mengerjakan tugas sekolah, les dan sebagainya. Ayah tahu itu bukan sebenarnya, ayah juga pernah seumuranmu. Ayah juga harus menyadari, anak kesayangan ayah sudah menemukan tempat nyamannya selain rumah. Ayah akan semakin sering melarangmu pergi, menginterogasimu setelah pulang, memarahimu jika terlambat jam malam meski itu semua tak akan membuatmu gentar mencari jati diri di luar sana. Bukannya ayah tak setuju, ayah hanya selalu terpikirkan olehmu. Akhirnya, ayah tak harus menahanmu terus disini. Tapi rumah ini selalu terbuka untukmu kembali.

Hingga tiba tiba kamu membangkang perintah ayah. Ayah seharusnya tak perlu kaget. Hal sama yang lebih parah pernah ayah lakukan pada kakek nenekmu. Tapi tetap saja ini akan menjadi titik balik bagimu untuk menjadi dewasa dan bagi ayah untuk menyesali apa apa yang telah ayah lakukan dahulu. Kamu, saat itu, tak akan bisa mengerti perasaan orang tua yang dibantah anaknya. Mengisak tangis, bertanya dalam diri tentang apa yang salah sehingga anaknya berani sekasar itu pada dirinya. Apakah ini semua balasan dari kelakuan ayah dulu terhadap kakek nenekmu? Kamu tak akan paham sampai titik itu. Yang kamu pikirkan hanyalah bagaimana melampiaskan egomu saat itu juga, sama seperti ayah sekarang...

Hidup tak pernah menjadi lebih mudah, nak. Mungkin ketika kamu kecil, kamu akan berpikir jika menjadi orang dewasa itu enak karena bisa membeli mainan apapun yang disukanya. Tapi orang dewasa tak butuh mainan seperti yang kamu mau. Mereka punya hal yang lebih penting untuk diperjuangkan. Seperti yang ayah bilang tadi, tumpuan kasih sayang dan tanggung jawab, kamu...

Satu lagi pesan ayah untukmu nanti, sayangi ibumu. Sayangi calon ibumu yang sudah ayah sakiti dahulu itu. Kamu tahu, ibumu nanti pastilah seorang perempuan yang tegar, yang mampu hidup bersandingkan ayah di sampingnya. Jangan jadi orang yang tak bisa menghargai perempuan.

Jangan jadi pengecut seperti ayah. Jangan jadi orang yang egois, sombong dan penuh dendam seperti ayah. Kamu anak pintar, pasti lebih tahu bagaimana menjalani hidup daripada ayah.




Salam sayang,


Ayahmu

4 comments:

thanks for the comment...