Walikota Semarang
di tempat
Dear, Pak Marmo
Apa kabar, Pak? Baik baik saja? Oh, ya udah. Apa kabar anak anak Bapak? Baik juga ya? Oh, ya udah juga. Maap jika sekiranya saya sok kenal karena memang mungkin Bapak nggak kenal saya yang cuma mahasiswa jelata ini. Saya pun selama ini hanya bisa mengenal Bapak dari lembaran Suara Merdeka atau abis nonton film Tanda Tanya. Bapak ganteng banget disitu, ehm.
Begini, Pak... Maksud saya menulis surat ini bukan sekedar berkenalan tapi ada tujuan yang lebih dahsyat daripada itu. Saya ingin mengapresiasi perkembangan pusat kota Semarang yang banyak perubahan sejak Bapak menjabat sebagai walikota. Trotoar Jalan Pahlawan, trotoar Tugu Muda, Taman KB dan Simpang Lima semuanya ditata agar terlihat lebih menarik bagi warga Semarang maupun luar kota. Itu adalah inisiatip yang sangat sangat applicable daripada program SPA (Semarang Penuh Air) yang dulu sempat dicanangkan oleh... Siapa? Lupa. Lupakan. Yang penting saya sangat salut atas apa yang telah Bapak lakukan pada wajah kota ini. Tapi, Pak... Ya, semua pernyataan harus ada tapinya, Pak... Tapi sekiranya Bapak tak boleh lupa bahwa penataan kota yang baik itu juga meliputi ketersediaan akses antara daerah pinggiran ke pusat kota maupun daerah pinggiran ke daerah pinggiran lainnya. Dalam hal ini yang akan saya bahasa adalah Ngaliyan ke Banyumanik.
Saya adalah warga Ngaliyan yang hampir tiap hari mencari sesuap nasi di Banyumanik. Tidak, saya tidak nodong nasi gratisan di warung masakan Padang. Saya adalah mahasiswa Undip sekaligus tentor Bahasa Inggris. Kenapa saya sampai jauh jauh dari Ngaliyan ke Banyumanik cuman buat jadi mahasiswa dan tentor? Karena memang kampus saya dan kebanyakan kampus kampus lain disana. Kondisi ini mengakibatkan Ngaliyan sepi dari usaha bimbingan belajar atau yang berhubungan dengan sekolah lainnya. Di Ngaliyan hanya dikuasai oleh beberapa bimbel besar. Saya pun, karena memang kuliah di daerah Tembalang, akhirnya mencari kerja sebagai tentor di Banyumanik yang letaknya dekat juga. Lagipula, banyaknya kampus di Tembalang mengakibat banyaknya kafe dan tempat nongkrong juga. Kondisi ini sangat berbeda dibandingkan Ngaliyan pada umumnya atau Pasadena, rumah saya, pada khususnya. Saya sebagai mahasiswa dan tentor juga memiliki cita cita terpendam menjadi anak gaul. Saya tak bisa menjadi anak gaul Semarang 2011 jika hanya mengandalkan Ngaliyan atau mall mall di Semarang bawah sementara kawan kawan sejawat gaul pada bergaul di Tembalang.
Saya tak akan mengeluh soal letak kampus saya. Saya juga tak mungkin meminta kampus saya atau tempat tempat nongkrong super gaul itu dipindahkan ke Ngaliyan. Yang perlu diperhatikan disini adalah kemudahan akses dari Ngaliyan ke Banyumanik. Perlu diketahui bahwa saya yang memakai sepeda motor ini tiap harinya harus melewati rute sepanjang hampir 20 km seperti berikut: Pasadena-Panjangan-Simongan-Kaligarang-Kariadi-S Parman-Sultan Agung-Jatingaleh-Gombel-Tembalang-Banyumanik. Sangat tidak efektif bukan? Mengingat sebenarnya ada jalur yang lebih pendek melalui TOL. Tapi sayangnya TOL hanya untuk kendaraan roda 4 atau lebih. Padahal Kabuto rodanya cuman 2, Pak... Cuman 2... Bayangkan itu. Oh, Apa? Kabuto? Itu nama motor matic saya, Pak. Imyut kan?
Menanggapi masalah ini, ijinkan saya memberi sedikit pilihan solusi:
- Motor diperbolehkan masuk TOL dengan lajur khusus. Selain akan mempermudah akses warga pinggiran Ngaliyan ke Banyumanik, juga menambah pemasukan secara optimal bagi negara. Bayangkan berapa duit yang bisa dikumpulkan dari ratusan atau bahkan ribuan pacar penglaju itu. Tapi jangan mahal mahal ya, Pak. Kami, sebagai mahasiswa, sangat alergi dengan sesuatu yang nominal harganya mempunyai banyak angka 0.
- Membangun jalan lingkar luar Semarang yang menghubungkan daerah daerah pinggiran di kota ini seperti halnya Ring Road di Jakarta dan Jogja. Geliat kehidupan dan perekonomian di Ngaliyan, Tugu, Gunung Pati dan Mijen akan semakin bergairah. Rada geli gimana gitu pas nulis 'bergairah' tapi itulah kenyataannya. Terutama Mijen, Pak. Disana banyak sekali pedagang durian yang belum terjamah. Bukan! Bukan maksud saya ingin menjamah pedagangnya. Tapi bagaimana seharusnya durian durian yang nikmat itu bisa didistribusikan dengan mudah ke seantero Semarang dan mungkin luar kota. Karena seperti yang kita ketahui bahwa saya sangat menyukai durian. Bapak tidak tahu? Ya sudah, pokoknya sekarang kan sudah tahu. Durian itu enak lho, Pak...
- Pinjamkan saya mobil dinas walikota.
Demikian beberapa inisiatip dari saya. Pilihan ketiga mungkin adalah yang paling sulit tapi tak ada yang tak mungkin jika kita percaya dan niat. Kita harus bersatu padu untuk membangun kota Semarang tercinta ini. Mungkin juga surat saya ini terkesan main main karena saya memang suka main, terutama spider solitaire yang beginner. Tapi apa yang saya alami juga dialami oleh orang lain. Saya hanya mencoba mencontohkan sebuah kasus nyata yang terjadi di kehidupan sehari hari kita. Saya adalah model dari masalah ribuan warga Semarang lainnya, uuoohhh!
Sekian surat dan masukan dari saya ini. Kalau ada kata kata yang tak berkenan, tolong jangan dimasukin hati, anggap aja kritik yang membangun. Kalau Bapak ingin belajar Bahasa Inggris juga bisa sama saya, saya bisa melatih grammar maupun conversation. Oh ya, tak lupa... Saya serius soal pilihan ketiga. Terima kasih...
Salam damai,
Arif Iman Sentosa
Warga Semarang yang mencoba berguna
wah canggih kak :D
ReplyDeletetapi kebijakan itu tidak dibuat secara serta-merta, perlu diperhatikan kebutuhan banyak pihak, bukan hanya satu pihak saja. kalo kakak pengen motor bisa masuk tol, emang sih nanti pemasukan untuk tol itu bertambah.. tapi coba deh pikirkan berapa biaya yang akan terbuang untuk membuat jalur khusus motor itu? berapa biaya yang akan terbuang untuk membuat ringroad? yang ada nantinya ontroversi lagi.. yang ada nanti pemerintah dibilang lebih ngurusin lalu-lintas, daripada kemiskinan, pengangguran, dll. sementara ini mah aku sih nrimo wae.. yakin kalo pemerintah sudah mengupayakan yang terbaik. hal terpenting mah bagaimana kita bertanya apa yang telah kita berikan pada negeri? bukan apa yang telah negeri berikan pada kita. gag lucu donk nuntut ini-itu sedangkan kitanya just so so aja. hehe..
lam kenal kak.. aku Syifa, mahasiswa adm.publik undip'10
keren mas ! suka sama yang ketiga, tapi kalo boleh usul ada lagi, sebaiknya anggota DPRD nggak usah dikasih mobil dinas. nggak efisien banget 1 orang 1 mobil --> selain bisa diselewengkan, mereka juga jadi molor. kenapa nggak dijatah pakai 1 bus? pertama, mesti selalu ontime, dan kalo nggak banyak kendaraan, program untuk mengatasi kemacetan kan juga jalan..
ReplyDeleteyang perlu diinget juga mestinya asap kendaraan bisa lebih dikit gitu..
wkwkwkwk!!
ReplyDeletengebayangin wajah pak walikota baca surat ini sambil minum kopi pagi pagi..
pada serius semua kayaknya nih nanggepinnya.. haha..
ReplyDelete*Gubraaaaaak...!!!
ReplyDeleteaq ngakak ngebaca...sungguh2 ide yg luar biasa,fenomenal,bombastis tp sunggh2 solusi yg bnr2 khayal tingkat khayangan....hahaha
but,over all not bad...
good job rif.. :)